Kepompong Ramadhan

Monday, December 15, 2008 Leave a Comment


Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

Pernahkah sahabat melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang binatang melata ini tampak menjijikan, bahkan menakutkan. Namun, masa hidup ulat ternyata tidak lama karena ia akan masuk ke dalam kepompong, lalu beberapa hari setelah itu ia pun keluar dan menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Siapa yang tidak menyukai bentuk dan penampilan kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan alami? Sebagian orang bahkan mencari dan mengoleksinya baik sebagai hoby ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua ini menandakan, betapa teramat mudahnya bagi Allah mengubah segala sesuatu. Dari sesuatu yang menjijikan, buruk dan tidak disukai menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya, melalui suatu proses perubahan (dalam hal kupu-kupu tersebut berupa proses metamorfosa) yang sudah diatur dan ditentukan ukurannya oleh Allah. Baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunatullah) ataupun berdasarkan hukukm yang telah disyariatkan kepada manusia (Al Quran dan Al Hadist).

Demikian pula bila kita masuk ke dalam “kepompong” Ramadhan. Jikalau segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan, yakni menjadi manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari ibadah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar menguasai hawa nafsu. Allah berfirman,”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungghnya surgalah tempat tinggalnya.”[Q.S. An Naziat ( 79) : 40 – 41]. Jelaslah, salah satu kunci surga adalah kesanggupan menahan diri dari hawa nafsu yang tidak diridhai Allah.

Memang, selama ini kita mengalami kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu karena ada “pelatih” lain yang ikut membina hawa nafsu ke arah yang tidak disukai Allah. Dialah syetan yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita karena memang hanya itulah tugasnya. Apalagi syetan memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu, keduanya sama-sama tidak terlihat.

“Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu karena sesungguhnya syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” Demikian firman Allah [QS. Faathir (35) :6].

Akan tetapi, kita bersyukur karena pada bulan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk, sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa berlatih dan mengendalikanv hawa nafsu. Karenanya, kesempatan ini tidak boleh kita sia-siakan. Segala aspek hawa nafsu harus kita kendalikn dengan sekuat-kuatnya agar ketika nanti syetan dilepas kembali, hawa nafsu itu telah tunduk kepada kita. Dengan demikian, hidup kita pun hanya sepenuhnya dijalani dengan hawa nafsu yang diridhai-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia.

Bila sudah demikian, maka shaum pun hendaknya kita tingkatkan. Tidak hanyamenahan hawa nafsu perut dan seksual saja, tetapi juga semua anggota badan kita lainnya.


Mata harus kita latih agar shaum dari segala sesuatu yang diharamkan. Karena, hawa nafsu mata selalu ingin melihat yang indah-indah, termasuk yang diharamkan Allah. Selama Ramadhan kita didik mata ini agar dapat berpaling dari segala hal yang dilarang agama. Sebaliknya, kita latih agar selalu senang membaca Al Qur’an, mengkaji buku-buku agama, serta memandang hal-hal yang dapat mengingatkan kita akan kebesaran Allah.

Telinga mesti kita jaga agar sanggup shaum dari pendengaran yang sia-sia, musik-musik maksiat, obrolan sia-sia, atau mendengar aib-aib orang lain. Karena, setiap kali kita mendengarkan sesuatu, pastilah menghabiskan waktu, sedangkan waktu adalah modal utama hidup kita. Apalagi waktu pada bulan Ramadhan amatlah terbatas. Belum tentu kita masih hidup pada Ramadhan tahun beriktunya.

Jadi, pendengaran ini hanya akan kita pergunakan untuk mendengarkan sesuatu yang akan menjadi bekal kepulagnan kita ke akhirat kelak. Kita didik agar telinga kita selalu merasa senang dan nikmat mendengarkan ayat-ayat Allah ataupun tausyiah-tasyiah yang mengajak ke jalan-Nya. Kalaupun kita menyukai lagu-lagu, maka yang kita nikmati adalah lagu-lagu (nasyid) yang Islami, yang menyentuh relung-relung imani kita.

0 comments »

Leave your response!